halaman

Jumat, 05 Juli 2013

Galeri



Sejarah Beksi

Adapun penelusuran kami lakukan pada 12 Februari 2012 siang adalah ke daerah kampung Dadap, Cengkareng, Tangerang tempat kediaman dari Mpek Lie Dji Tong, yang mana beliau adalah cucu dari Mpek Lie Tjeng Hok. Dari Mpek Lie Tjeng Hok inilah konon jurus-jurus BEKSI diturunkan kepada murid-muridnya hingga dapat tersebar dan berkembang sampai saat ini, salah satu murid beliau yang terkenal adalah Ki Marhali (ada pula yang menyebut Ki Murhali). Pertemuan kami dengan cucu beliau, Mpek Lie Dji Tong tak lain hanya untuk diceritakan kembali seperti apakah sebenarnya awal ceritanya silat BEKSI ini dan juga untuk mengklarifikasi beberapa ceria yang saat ini beredar dan tertulis di dunia maya, seminggu kemudian kami kembali ke Dadap tapi ke rumah lama Mpek Lie Dji Tong pada 19 Februari 2012, selain itu beberapa minggu kemudian kami juga menemui anak Mpek Lie Dji Tong yang bernama Haji Oki (nama asli Edi Wijaya, adapun anaknya yang lain dari istri pertama selain Edi Wijaya adalah Suhanto dan Suhandi ) karena diundang beliau dan dikarenakan ada hajat yang akan disampaikan kepada kami. H Oki inilah yg membantu kami merevisi ejaan nama-nama Kakek dan ayahnya yang tepat. (Disini saya hanya sebagai guide bagi kawan-kawan dari tim Tangtungan Project yang akan bertemu dengan Mpek Lie Dji Tong).
Kondisi Mpek Lie Dji Tong masih sama seperti ketika saya dan rombongan dari Beksi Kong Nur datang di tahun 2009 tepatnya di bulan Oktober tanggal 4, masih segar dan gagah walaupun usianya sudah 91 tahun dan selalu semangat bila diajak ngobrol beksi. Setelah berbasa-basi beberapa saat mulailah proses interview yang beberapa tuturannya kami rekam dan kami tulis, beliau menekankan bahwa apa yang beliau ceritakan adalah sebagaimana yang beliau terima dari kakek dan ayahnya tidak dikurangi atau dilebihkan. Banyak sekali istilah lama yang beliau pergunakan sehingga agak sulit bagi saya mencerna tuturannya, hingga harus beberapa kali bertanya apa artinya. Menurut Mpek Dji Tong, kakeknya Mpek Lie Tjeng Hok meninggal pada umur 97 ditahun 1951 itu artinya beliau lahir ditahun 1854, Mpek Lie Tjeng Hok pada awalnya tidak memiliki main pukulan atau silat, beliau belajar dari tetangganya Ki Jidan dan Ki Miah (kadang Mpek Dji Tong menyebutnya Maimah) penduduk asli kampung Dadap saat masih bujang. Mpek Lie Tjeng Hok ini beristrikan wanita pribumi dari daerah Srengseng bernama Mak Eno (Enok?) dan beragama Islam (Mpek menyebutnya “Selam”). Ayah dari Mpek Lie Tjeng Hok bernama Lie Ah Tjin, kakeknya bernama Lie Ah Djam berasal dari Tiongkok. Tahun saat beliau belajar kepada Ki Jidan dan Ki Miah tidaklah diketahui.
Lalu Mpek Dji Tong mengisahkan awal Marhali muda belajar kepada Lie Tjeng Hok adalah ketika suatu hari anak Lie Tjeng Hok yaitu Lie Tong San (Ayah dari Lie Dji Te, Lie Dji Tong, Lie Do Ton dan Lie Sen Nio) akan berangkat ke sawah dan selalu lewat depan rumah keluarga Marhali yang memang tidak terlalu jauh letaknya dari rumah Lie Tjeng Hok, ayah Marhali ingin menjajal atau main sambut dengan Lie Tong San dan kebetulan Lie Tong San pun tidak keberatan, dari hasil bermain sambut tersebut ayah Marhali mengakui keunggulan Lie Tong San, dan karena itu ia ingin anaknya yaitu si Marhali diajari silat mereka, kemudia oleh Lie Tong San si Marhali muda ini diserahkan kepada ayahnya, Lie Tjeng Hok untuk diajari beksi. Setiap malam kedua orangtua Marhali selalu mengantar anak tunggalnya itu belajar kepada Lie Tjeng Hok (ini salah satu syarat keberhasilan seseorang belajar silat yaitu ada ridho dan dukungan orangtua). Tidak disebutkan kapan tahun terjadinya proses belajar ini, apakah hanya Ki Marhali sendiri atau ada juga murid yang lain dari warga pribumi, tidak tertutur oleh Mpek Lie Dji Tong.
Selain ki Marhali, ada lagi murid-murid Lie Tjeng Hok dari warga keturunan Tionghoa (Mpek Le Dji Tong menyebut mereka “encek”), yang disebutkan ada 7 orang yaitu :
1.      Te Tong Sie
2.      Lim Ah Po
3.      Lim Ah Liong
4.      Ong Wa Wa
5.      Yo Kil Yong
6.      Thio Eng Lim
7.      Thio Eng Kian
Mpek Lie Dji Tong yang saat itu masih anak-anak berlatih sendirian saat mereka yang lebih tua sudah selesai latihan dan pulang.
Lie Tjeng Hok juga mengajarkan beksinya ke anak-anaknya yaitu :
1. Lie Tong San
2. Lie San Kui
3. Lie Lu Nio (nona Lun?)
4. Lie Mei Nio
Menurut Abdul Malik ( guru besar BEKSI Kong Nur ), kong Nur pernah mengatakan bahwa si nona Lun ini menguasai permainan toya. Sedangkan menurut Haji Oki, papanya Lie Dji Tong lah yang piawai dalam pengobatan. Haji Oki belajar juga dari paman-pamanya (Lie Do Ton dan Lie Dji Te) konon Lie Dji Te suka ngibing dengan penca.
Sejarah BEKSI Muh. Noer
Lantas bagaimana Beksi bisa sampai tersebar hingga ke daerah Petukangan? Tersebutlah ada seorang pemain rebana yang bernama Gozali (saat itu belum naik Haji, ini diceritakan oleh alm. H. Gozali sekitar tahun 1945-an saat bertandang ke rumah Mpek Lie Tjeng Hok yang juga kebetulan didengarkan oleh Mpek Lie Dji Tong yang masih muda, saat itu H. Gozali sedang buron entah karena apa (belakangan diketahui bahwa para pendekar sekitar petukangan dan kebayoran bentrok dengan tentara Jepang di stasiun kereta api kebayoran-ini informasi dari bang Malik yang berasal dari Kong Noer), beliau melarikan diri ke daerah Batu Jaya, oleh karena itu katanya didaerah itu ada beksi dari jalur beliau, selain bermain rebana dia juga seorang pesilat (ada yang menulis saat belajar umur H. Gozali 24 tahun), suatu saat rombongan rebananya bermain di daerah Dadap, dia sudah tau jika di daerah Dadap ada yang jago beksi, maka setelah selesai mentas dan rombongannya pulang, dia tinggal sendiri tidak ikutan pulang, dia datang ke tempat ki Marhali untuk menjajal beksi nya, singkat kata ketika besambut Gozali tidak berhasil menjatuhkan ki Murhali melainkan dialah yang kalah, akhirnya dia pulang untuk meminta uang kepada bapaknya Haji Gatong di Petukangan untuk berguru kepada ki Marhali. Haji Gatong adalah orang berada, kudanya banyak, tapi daripada harus jual kuda untuk membiayai Gozali belajar beksi akhirnya diberinyalah uang. Setelah tamat dalam belajar pulanglah Gozali ke Petukangan, saat itu ada orang yang sedang bongkar rumah, kebetulan disitu ada temannya yang dahulu satu perguruan dan telah mengetahui bahwa Gozali belajar beksi di Dadap, dia menjajal Gozali tetapi kalah (istilah Mpek Dji Tong keleh alias kalah) karena pukulan tidak masuk-masuk ( Mpek Dji Tong menyebutnya “tidak dapat peta”). Dari sinilah terjadi perpindahan dari silat yang lama dianut oleh teman-temannya ke silat Beksi, termasuk (menurut tuturan Abdul Malik) kong Hasbulloh, kong Nur dan kong Simin, karena mereka bertiga pun tidak berhasil menjatuhkan beliau.
Setelah beberapa lama mengajarkan beksi kepada teman-temannya kong Gozali akan menunaikan ibadah haji, maka beliau mengantarkan ke-3 sahabat ini ke gurunya di Dadap yaitu ki Marhali untuk meneruskan pelajarannya, akhirnya merekapun belajar langsung dari ki Marhali (saat itu menurut Mpek Lie Dji Tong pekerjaannya adalah bengkong ), terkadang mereka diajak oleh ki Marhali ke rumah Lie Tjeng Hok sekedar bersilaturahmi, kadang juga besambut (dalam hal ini Abdul Malik pernah menuturkan, bahwa kong Nur menceritakan gerakan Lie Tjeng Hok walau sudah tua gesit dan lincah sekali), setelah menamatkan pelajarannya di ki Marhali maka H. Hasbulloh dan kong Simin (kong Simin adalah kakak kandung kong Nur)  pulang ke Petukangan, sedangkan kong Nur diajak oleh ki Marhali untuk meneruskan pelajarannya ke Ki. Mursyalim yang juga guru dari ki Marhali, dari Ki Mursyalim inilah diperoleh beberapa jurus, setelah tamat nyantren kong Nur pun kembali ke Petukangan, dan bersama dengan kong H. Hasbulloh dan kakaknya kong Simin mereka mulai menyebarkan beksi di Petukangan hingga ke arah timur Jakarta seperti Kerawang, Bekasi dan sekitarnya.